Tulisan tak bernyawa

Thursday, November 11, 2010

STANDARISASI

REFORMASI PENDIDIKAN MELALUI STANDARISASI
Isu reformasi pendidikan bukan sesuatu yang baru. Gagasan pembaharuan pendidikan sudah bergulir lama di Indonesia. Akan tetapi, reformasi di Indonesia merupakan sebuah gerakan yang memiliki sebuah perspektif sejarah politik monumental, karena era reformasi sebagai sebuah era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Dengan demikian, gagasan reformasi pendidikan saat ini memiliki momentum yang amat mendasar, dan berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya. Salah satu perubahan mendasar dari reformasi pendidikan dalam era reformasi ini adalah lahirnya UU No. 22 Tahun 1999, dan kini telah direvisi dengan lahirnya UU No. 33 Tahun 2004. Kemudian reformasi pendidikan juga ditandai dengan lahirnya UU No. 20 Tahun 2003, sebagai pengganti UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kedua undang-undang tersebut membawa perspektif baru yang amat revolusiner dalam konteks perbaikan sektor pendidikan, yang mendorong pendidikan sebagai urusan publik dan urusan masyarakat secara umum dengan mengurangi otoritas pemerintah baik dalam kebijakan kurikulum, manajeman , maupun berbagai kebijakan pengembangan institusi pendidikan itu sendiri. Arah reformasi pendidikan di awal ini adalah demokratisasi dalam pengembangan Stakeholder dan pengelolaan pendidikan, yang didukung oleh komunitasnya sebagai kurikulum dan program pembelajaran, serta kontributor dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut .
Gerakan reformasi melalui standarisasi diterima secara antusias oleh masyaraka Amerika. Golongan kelompok yang pro terhadap standarisasi menyimpulkan adanya hal-hal yang positif yang telah dicapai.
Standarisasi juga berkenaan dengan cara mengajar dari para guru. Menentukan standarisasi proses mengajar ternyata sangat sulit. Standar mengajar ternyata ditentukan oleh faktor-faktor kepribadian seorang guru disamping kompetensinya dalam menguasai metodologi mengajar.
Standar Nasional: Pendidikan Suatu Keperluan
Ada tiga alasan mengapa standar nasional pendidikan diperlukan, antara lain:
1. Indonesia sebagai Negara berkembang
2. Sebagai Negara kesatuan kita memerlukan suatu penilaian dari kinerja sisitem pendidikan Nasional
3. Anggota masyarakat global
Standar adalah patokan. Sewaktu-waktu tingkat pencapai standar tersebut perlu diketahui sampai dimana efektivitasnya. Lembaga pendidikan nasional merupakan suatu institusi publik untuk mewujudkan suatu tujuan bersama ialah mencerdaskan kehidupan manusia Indonesia. Sebagai suatu lembaga publik tentunya lembaga tersebut haruslah akuntabel, berarti transparan, terbuka, dapat dinilai oleh anggota masyarakat. Dengan kata lain performance lembaga pendidikan tersebut haruslah mempunyai indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya. Lahirnya PP No. 19 Tahun 2005 sebagai penjabaran dari UU No.20 Tahun 2003 mengupayakan adanya standar nasional.
Pro Standarisasi Pendidikan
Pada umumnya kelompok yang mempercayai standarisasi pendidikan akan meningkatkan proses belajar peserta didik tetapi dengan kondisi tertentu. Kelompok ini menyetujui adanya standarisasi pendidikan apabila standar tersebut memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a. Standar yang akan dilaksanakan merefleksikan kebijakan (wisdom) dari orang tua dan guru
b. Penyusunan dan penetapan standar isi atau kurikulum haruslah secara hati-hati.
c. Standar yang telah ditentukan hendaknya dapat dilaksanakan oleh guru professional
d. Kemajuan akademik di sekolah tidak dapat semata-mata diukur melalui tes akhir atau ujian akhir
e. Standar haruslah memberikan kesempatan yang sama untuk semua peserta didik.
Kontra Standarisasi Pendidikan
Apabila standarisasi bertujuan untuk mencapai suatu yang umum atau yang sama bagi peserta didik, kelompok yang kontra terhadap standarisasi mementingkan adanya perbedaan di dalam masyarakat demokrasi. Dewasa ini standarisasi banyak dipengaruhi oleh keputusan-keputusan bisnis, politik, dan juga kepada para Ekspert pendidikan tetapi diperlukan pula pendapat-pendapat yang berbeda yang datang dari orang dewasa seperti orang tua dalam masyarakat.
Sebagai keseluruahan, kelompok yang kontra standarisasi pendidikan berpendapat bahwa standar diperlukan tetapi sebagai pedoman untuk kelompok peserta didik dari lapisan masyarakat berpenghasilan rendah agar mendapatkan perhatian dalam meningkatkan taraf hidupnya dan mutu pendidikannya. Standarisasi bukannya bermaksud untuk menyingkirkan peserta didik yang tidak beruntung tetapi justru untuk membuka mata masyarakat mengenai ketimpangan yang masih ada di dalam kehidupan masyarakat.
Pendapat saya tentang pemaparan di atas:
Berbicara masalah standarisasi, perlunya pemahaman yang multiply meaning, maksudnya, dengan adanya stndarisasi tersebut di Indonesia ini akan semakin membuka cakrawala bagi bangsa kita tercinta ini, kenapa tidak? Coba kita tengok Negara-negara maju di barat. Seperti yang sudah dipaparkan tadi, standar berarti PATOKAN. Dengan adanya patokan kita dapat bercermin keadaan pendidikan saat sekarang ini. Indonesia sebagai Negara yang berkembang, seharusnya mampu meneladani sistem pendidikan di barat. Misalnya Jepang, singapura, Malaysia, Eropa, dan lain-lain. Dengan keadaan sistem pendidikan di Indonesia saat ini, sudah seharusnya Pemerintah menjalankan prosedur yang telah ditentukan seperti Standar pendidikan yang menjadi pembahasan kali ini. Saya kurang setuju dengan pendapat H.A.R Tilaar yang menyatakan bahwa “Standar pendidikan hanya untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah”. Menurut saya, justru karena standar itulah masyarakat berpenghasilan bawah menjadi perubahan yang selama ini mungkin belum terlintas di benak mereka. Secara logika, dengan adanya standarisasi ini bangsa Indonesia akan lebih baik dari sebelumnya, karena sekarang sudah memasuki dunia Komputer, Internet, BUKAN dunia Apollo lagi seperti dulu. Jadi, saya dengan kekuatan sepenuh hati sangat mendukung adanya Standarisasi pendidikan ini karena untuk menghadapai Dunia lima atau sepuluh tahun kedepan nanti, dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Benar begitu??? Terimakasih.

Wednesday, November 3, 2010

Tahap pemikiran filsafat

Pembagian Tahapan Pemikiran Filsafat
Berdasarkan sejarah, Suzanne K. Langer (1971) membagi tahapan pemikiran filsafat menjadi 7 tahap. Tahap-tahap itu dikemukakan sebagai berikut.

1. Tahap Kebangkitan Rasio Yunani Kuno (600 SM): Filsafat Alam
Pada tahap ini para filsuf Yunani mengubah orientasi pikiran manusia dari mitos menjadi logos. Thales memulai pencarian asal-usul utama (arche) alam semesta, diteruskan oleh Anaximenes dan Anaximander, serta filsuf-fisuf sebelum Socrates. Filsafat yang berkembang pada masa ini disebut filsafat alam karena pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan berkisar tentang terjadinya alama semesta.

2. Tahap Filsafat Manusia (200 SM)
Pada tahap ini perubahan titik berat pengkajian dari alam ke manusia. Pertanyaan-pertanyaan tentang alam digantikan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang manusia dan perilaku baik-buruknya. Filsuf-filsuf yang terkemuka pada masa ini adalah Socrates, Plato dan Aristoteles.

3. Tahap Filsafat Alam, Manusia dan Tuhan Penciptanya (300-1300 M)
Pada tahap ini teologi ditopang oleh rasio. Tokoh yang terkenal adalah Thomas Aquinas dan St. Augustine. Setelah masuknya agama Kristiani filsafat mengalami pergeseran, yaitu ketika para filsuf mempertanyakan manusia dan alam ini dalam kaitannya dengan Tuhan. Persaingan antara rasio (nalar) dengan kepercayaan (iman) diawali pada tahap ini. Karena para filsuf pada masa ini berasal dari kalangan gereja, maka mereka menegaskan bahwa filsafat mengabdi pada teologi. Hampir bersamaan dengan masa ini, Eropa dianggap mengalami abad kegelapan karena terjadi banyak pengekangan terhadap kegiatan olah pikiran oleh gereja. Kaum agamawan berperan sebagai pihak yang menentukan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh individu masa itu.
Kurang lebih pada masa yang sama dengan masa kegelapan Eropa, di Timur Tengah terjadi kondisi yang bertolak belakang dengan Eropa. Pada masa ini peradaban Islam justru sedang mencapai kejayaan di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Perkembangan filsafat di wilayah Arab sangat berpengaruh kepada Eropa, karena lewat para filsuf Arab-lah orang Eropa mempelajari pemikiran-pemikiran filsafat Yunani Kuno. Filsuf-filsuf Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyh merupakan tokoh-tokoh yang berjasa besar dalam menerjemahkan dan menafsirkan karya-karya para filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles.
Para filsuf Islam tidak hanya sekedar mempelajari filsafat Yunani Kuno tetapi mereka juga melahirkan buah-buah pikiran hasil perpaduan filsafat Yunani Kuno, ajaran Islam, tasawuf, dan berbagai pengamatan terhadap kondisi sosial pada masa itu. Karya-karya filsuf Islam masa itu merupakan kekayaan pemikiran yang berharga dan patut dikaji hingga kini.

4. Tahap Filsafat Modern (abad 17 M)
Pada masa ini rasio kembali menjadi pusat kegiatan filsafat. Selain itu, filsafat lebih bersifat antroposentris dibanding teosentris. Pandangan filsuf gereja digantikan oleh pandangan-pandangan pemikir rasinalis yang menekankan pentingnya rasio dalam menemukan kebenaran. Descartes memulai tahap filsafat modern dengan semboyannya yang terkenal “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada). Descartes mengkritik para filsuf dan masyarakat dan para filsuf zaman itu karena mereka bersikap menerima begitu saja menerima perkataan para filsuf pendahulunya yang belum tentu benar. Pemikiran Descartes dianggap sebagai tonggak lahirnya filsafat modern.
Selain itu Descartes memandang alam sebagai suatu mesin besar yang dapat dipilah-pilah (dianalisis). Pandangan ini mempengaruhi lahirnya ilmu pengetahuan alam. Tokoh yang dianggap menunjukkan bukti pandangan bahwa alam bersifat mekanistis adalah Newton.

5. Tahap Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam
Tahap ini diiringi oleh kebangkitan fisikawan. Dengan mengadopsi pandangan alam yang mekanistis dari Descartes, Newton melakukan serangkaian penelitian yang menghasilkan satu kerangka pikir yang daianggap mampu menjelaskan fenomena-fenomena alam. Pandangan Descartes tentang alam dianggap terbukti pada masa ini. Fisika pun berkembang pesat. Perkembangan fisika mempengaruhi pandangan filsafat dan ilmu sosial. Dalam ilmu sosial Francis Bacon yang kemudian disusul oleh Aguste Comte menerapkan metode-metode ilmu pengetahuan alam dalam mengkaji ilmu-ilmu sosial yang melahirkan positivisme.

6. Tahap Analisa Bahasa
Pada abad 20 filsafat memfokuskan kajiannya pada fungsi-fungsi dan proses penggunaan bahasa. Pada tahap ini aliran filsafat yang dianggap sebagai aliran utama adalah filsafat analitik.
Hal yang terlihat jelas pada tahap ini adalah pendekatan linguistik dengan teori strukturalisme dengan tokohnya Ferdinand de Saussure memiliki pengaruh yang besar. Pada tahap ini banyak bidang filsafat dan ilmu dianggap semacam bahasa. Selain itu, semioti (ilmu tentang tanda) juga berpengaruh besar. Dalam tahap ini linguistik dan semiotik juga menjadi alat bantu bagi berbagai bidang ilmu dalam mengkaji obeyek-obyek studinya. Misalnya dalam psikologi dan kedokteran, lingusitik dan semiotik membantu mengidntifikasi dan menginterpretasi simptom-simptom yang berupa bahasa atau tanda-tanda nonverbal lainnya.

7. Tahap Postmodernisme
Tahap posmodernisme ditandai oleh keraguan terhadap cerita-cerita besar atau metanarasi. Yang dimaksud dengan narasi besar (grand narrative) adalah wacana-wacana yang dianggap baku seperti filsafat Hegel, Kant, Marx, dan sebagainya. Narasi besar juga dirujukkan kepada konsep-konsep seperti “keabsahan, kemajuan, emansipasi kaum proletar, perjuangan kelas, roh absolut, religi” dan sebagainya.
ciri posmodernisme:
1) Hilangnya kepercayaan terhadap proyek modernitas; munculnya semangat pluralitas, penolakan terhadap pandangan bahwa dunia adalah sebuah totalitas universal.
2) Posmodernisme muncul bersamaan dengan era media. Pada masa ini dalam banyak cara yang mendasar, media adalah dinamika sentral.
3) Munculnya kembali pendekatan-pendekatan etno-religius atau fundamentalisme. Karena keabsahan pendekatan ilmiah diragukan dan dianggap sama saja dengan mitos atau kepercayaan non-ilmiah, maka pendekatan-pendekatan non-ilmiah pun memiliki hak hidup dan berkembang yang sama dengan pendekatan ilmiah.
4) Kontinuitas dengan masa lalu ditandai dengan kritik yang tajam dan pedas terhadap modernitas.
5) Metropolis (daerah perkotaan) menjadi pusat sentral bagi postmodernisme.
6) Terdapat elemen kelas dalam postmodernisme dan demokrasi adalah syarat mutlak bagi pengembangannya.
7) Postmodernisme memberikan peluang bahkan mendorong kesetaraan wacana, penggabungan berbagai pemikiran dan kepercayaan, dan pencampuran berbagai citra. Misalnya pemikiran tradisional disetarakan dengan pemikiran modern, unsur-unsur Timur dipadu dengan unsur Barat, dan sebagainya.
8) Mencuatnya jargon-jargon dan istilah-istilah yang memiliki pengertian rumit, penggunaan bahasa yang kompleks, dan seringnya mengabaian bahasa dan ide yang sederhana.
Tokoh-tokoh filsafat yang dianggap mewakili posmodernisme diantaranya Michel Foucault, Jacques Derrida, dan Jean-Francois Lyotard.